Saat pemerintahan Kadipaten Onje mencapai puncak kejayaannya, ke pelosok-pelosok yang jauh dari keramaian. Mereka tinggal berbulan-bulan, bahkan ada yang terus menetap dan kawin dengan penduduk setempat. Selama itulah mereka akrab bergaul dengan penduduk sehingga mempunyai kesempatanbaik untuk menyiarkan agama Islam.

Diatara mereka terdapat pula salah seorang putera Pejajaran bernama Raden Liman Sujana. Kedatangan Raden Liman Sujana buka untuk menyiarkan agama Islam atau mencari keuntungan melainkan ia bermaksud mencari nur (cahaya).

Raden Liman Sujana adalah adik kandung Banyak Sasra ayah dari Wargautama II (Bupati Banyumas pertama). Ia sebenarnya berhak menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja Pejajaran. Namun kedudukan itu ditolak, setelah diketahui Pejajaran sedang menghadapi keruntuhan akibat pengaruh Islam yang dibawa oleh Yusuf Maulana dari Banten. Karenanyaia lalu meninggalkan Pejajaran dan pergi ke Banten bertapa dibawah pohon jambu dilereng Gunung Karang. Dari tempat inilah Raden Liman Sujana melihat ada nur (cahaya) disebelah timur.

Segera ia beranjak dari pertapaannya dan menuju ke timurdengan menyusuri pulau jawa sebelah utara. Sesampainya di daerah Tegal, ia membelok ke Selatan dimana nur itu tampak dekat sekali. Ditengah hutan gunung Munggul bukannya ia menemukan nur yang dicarinya, tetapi ketemu seorang penderes bernama Ki Kelun yang sedang memanjat pohon enau sambil menggendong anaknya yang masih kecil, Rubiah Bhekti namanya. Ki Kelun mengaku dari desa Wanakasimpar yang kemudian berganti nama desa Pamidangan dan sekarang namanya Rajawana.

Menurut legenda, Ki Kelun adalah seorang yang ditempatkan di desa (Wanakasimpar) oleh seorang alim ulama seperti halnya Ki Tepus Rumput di gerumbul Pengalasan Kulon. Tetapi setelah melahirkan Rubiah Bhekti, istri Ki Kelun meninggal dunia. Karena kasihan, Raden Liman mengambil Rubiah Bhekti, sebagai anak angkat. Bertahun-tahun Raden Liman Sujana tinggal di hutan. Suatu hari ia ketemu dengan seorang Arab bernama Syeh Wali Rakhmat. Pendatang baru ini mengaku akan mengislamkan tanah jawa.

Raden Liman Sujana dan Syeh Wali Rakhmat kemudian saling berbantahan, masing-masing mengeluarkan kecakapannya. Tetapi Raden Liman Sujana akhirny amenyerah kalah. Atas kemenangannya, Syeh Wali Rakhmat secara bijaksana meminta agar Raden Liman Sujana bersedia menganut agama Islam. Dengan ketulusan hati permintaan itu dapat dipenuhi, bahkan Rubiah Bhekti yang sudah dewasa agar diambil oleh Syeh Wali Rakhmat sebagai isteri.

Sebagai seorang yang telah menganut Islam, Raden Liman Sujana berganti nama menjadi Syeh Jambukarang. Nama ini mungkin ada kaitannya, karena I pernah bertapa dibawah pohon jambu dilereng Gunung Karang Banten. Hutan dimana ia selama bertahun-tahun tinggal, disebut desa Cahyana. Mereka lalu hijrah dan menetap di desa Rajawana yang hingga sekarang merupakan basis para santri di daerah Purbalingga. Syeh Jambukarang bermakam di desa Penusupan Purbalingga yang sekarang dikenal sebagai makam Ardilawet.
Nya Rubiah Bhekti yang bermakam di desa Kramat Kecamatan Karangmoncol, dalam perkawinannya dengan Syekh Wali Rakhmat menurunkan:

1. Pangeran Mahdum Kusen, bermakam di Rajawana;
2. Pangeran Mahdum Medem, bermakam di Cirebon;
3. Pangeran Mahdum Umar, bermakam di Pulau Karimun Jawa;
4. Nyai Rubiah Razak, bermakam di Ragasela Pekalongan;
5. Nyai Rubiah Sekar, bermakam di Jembangan Gunung Wuled.

Setelah usia mencapai 45 tahun, Syekh Wali Rakhmat kembali lagi ke Arag dan pimpinan daerah Rajawana digantikan oleh putera sulungnya taitu Pangeran Mahdum Kusen.

Sumber : Tri Atmo: Babad dan Sejarah Purbalingga, Pemerintah DATI II Purbalingga ; 1984

Posting Komentar

 
Top