Setelah
lama hidup membujang, Adipati Onje Raden Hanyakrakusuma kemudian kawin
lagi dengan seorang puteri dari Arenan. Bila dilihat dari segi usia,
perkawinan antara Adipati Onje dengan puteri Arenan ini sebenarnya tidak
seimbang.
Dari
perkawinan ini ia menurunkan Kiai Yudantaka, dan Kiai Arsantaka. Kiai
Yudantaka empunyai kegemaran bertani, ketika wafat jenazahnya dimakamkan
di desa Kedungwringin termasuk Kecamatan Kalimanah, Purbalingga.
Sebaliknya
Kiai Arsantaka, karena tidak cocok dengan saudara-saudaranya
(Putera-puteri Adipati Onje dari isteri terdahulu) terpaksa meninggalkan
Onje dan berkelana ke timur. Di desa Masaran (Kecamatan Bawang,
Banjarnegara) lalu diambil anak angkat oleh Kiai Rindik yang semula
bernama Kiai Wanakusuma.
Tahun
1740-1760 Kiai Asantaka mejabat demang Pagendolan yang sekarang
termasuk desa Masaran. Ia mempunyai dua isteri. Masing-masing Nyai
Merden (keturunan Raden Wargautama II), Bupati Banyumas) dan Nyai
Kedunglumbu.
Dalam perkawinannya dengan Nyai Merden, ia menurunkan:
- Kiai Arsamenggala,
- Kiai Dipayuda Gabug,
- Kiai Arsayuda yag kemudian bergelar Tumenggung Dipayuda III, Bupati pertama Purbalingga,
- Kiai Ranumenggala, Demang Pasiraman,
- Nyai Pancaprana
Sedang dengan Nyai Kedunglumbu hanya menurunkan seorang putera yaitu, Mas Candiwijaya Patih Purbalingga.
Pada
akhir hayatnya Kiai Arsantaka dan Nyai Merden dimakamkan di desa
Masaran tersebut diatas. Tetapi atas pertimbangan ahli warisnya batu
nisan kedua makam itu dipindah ke makam Pakuncen Purbalingga Lor yang
sampai sekarang dikenal dengan nama Makam Arsantaka.
Waktu
itu desa-desa Purbalingga dan Banjarnegara belum mempunyai Adipati.
Kademangan Pagendolan masih dibawah pemerintahan Karanglewas (sekarang
termasuk Kecamatan Kutasari, Purbalingga). Ngabehi Karanglewas adalah
Tumenggung Dipayuda I yang mempunyai atasan lagi yaitu Adipati Banyumas
Yudanegara III, tahun 1730-1749. Tumenggung Yudanegara III adalah kakak
dari Ngabehi Karanglewas, sama-sama putera Yudanegara II yang menjadi
Adipati Banyumas tahun 1710-1728.
Tahun
1749 pecah perang Mnagkubumen. Pasukan Banyumas dipimpin Raden
Tumenggung Yudanegara III sebagai panglima perang. Sedangkan Tumenggung
Dipayuda I dan Kiai Arsantaka merupakan komandan-komandan kesatuan
bawahnya.
Dalam
pertempuran yang terjasi disebelahbarat sungai Bogowonto, Raden
Tumenggung Dipoyudo I gugur, jenazahnya hilang. Berkat ketekunan dan
keberanian Kiai Arsantaka jenazah tersebut berhasil ditemukan kembali di
desa Jenar, kemudian dimakamkan di “Astana Redi Bendungan” desa
Dawuhan, Banyumas. Selanjutnya dikenal degan sebutan Ngabehi Seda Jenar.
Kedudukan
Raden Tumenggung Dipayuda I digantikan putera dari Tumenggung
Yudanegara III dengan gelar Tumenggung Dipayuda II sebagai rasa terima
kasih, Raden Tumenggung Yudanegara III mengambil menantu putera Kiai
Arsantaka yaitu Kiai Arsayuda. Bahkan Kiai Arsyuda diangkat menjadi
Patih Karanglewas mendampingi Raden Dipayuda II.
Karena
sakit-sakitan, Raden Tumenggung Dipayuda II, tidak lama menjabat
Ngabehi Karanglewas (tahun 1755-1758). Ia disebut pula Nagabehi Seda
Benda. Jabatannya dilimpahkan kepada Kiai Arsayuda yang kemudian
bergelar Raden Tumenggung Dipayuda III.
Sumber : Tri Atmo: Babad dan Sejarah Purbalingga, Pemerintah DATI II Purbalingga ; 1984
Posting Komentar